BUNG! KITA SAKSI DIPESTA KALI INI
-Catatan buat Sang Burung Merak
Datanglah bung!
Ada perjamuan malam ini disini
Merayakan sebuah kesadaran yang terbungkus mimpi
Seribu satu macam hidangan ‘lah tersaji
Diatas meja persegi dalam ruang warna warni
Airmata rumah yang tergusur
Puing puing peledakan bom
Jejak jejak sepatu both sisa penyerbuan
Serakan longsong peluru
Aroma busuk Lumpur yang melaut
Menggigil dalam bungkam kebisuan
Sumpah aku tak pernah mengerti
Datanglah bung!
Meski luka itu masih mengalir darah
Bukan untuk menyantap saji
Karena kita saksi dipesta kali ini
Untuk sebuah kebodohan yang terulang kembali
Sebab suatu hari nanti
Kita akan diminta pertanggung jawabannya
Meski sebenarnya aku masih belum mengerti
Segeralah bung!
Catatlah, pada lembar dalam kata peristiwa kali ini
Lihatlah, aneka macam bendera menari diudara
Dan tiang tiang yang berdiri tegap, tegas dalam keterpaksaan
Tergaris pasti dalam tiap tarik nafasnya
Sebuah kehidupan yang tak pernah dimiliki
Tawa yang kosong
Senyum yang hambar
Bahagia dalam angan
Meski terpampang disebuah stasiun telivisi
Entahlah, aku semakin tak mengerti
Sayang bung!
Kau tertidur ditengah hiruk pesta
Hingga catatanmu terselip diudara
Beri tahu aku bung!
Musti dari manakah aku melanjutkanya?
Sungguh, aku tetap tak pernah mengerti.
Banyuwangi, Agustus 2009
Selasa, 01 September 2009
ANAKKU
Anakku
Anakku lahir dari buah kesunyian sang putri didingin air mewangi yang mengalir
Menuntunku dalam tebing curam ngarai di pegunungan
Beriring di ambang subuh dengan langkah huyung penambang belerang
Meniti dingin kabut meyelimut sepi menjadikanya hingar
saraswati tirta arum dialah gurat yang kutorehkan pada rahim perempuanku
gadis manis bergulung senyum menemaniku yang tak tegap langkah.
Kuimpikan hadir pertamakali sastra bayu laksana sebagai jagoanku
Bentangkan payung meredam terik menjaring sejuk senja
Menemani hari bersama perempuanku diSudut Bumi
Langkah tegap menantang pusar angin yang mengencang
Acungkan pena carutkan badai mencipta kata kata
Bernamalah dee saraswati banyu arum, dee laksmi banyu arum
Jika hadirnya bersama, dan sobekan nama perempuanku telah tersanding
Erat dan kuyup membasah kota kecilku
Kunamakan mereka sastra bayu pratama, sastra lindu pratama
Agar mampu berhembus seperti angin
Agar bisa mengguncang bagai gempa
Sebab jejak langkah mereka adalah jejak kami yang tertunda
Yang masih sunyi diSudut Bumi
Yang masih senyap berteman sepi
Melangkahlah anakku, disisimu kami menemani
Berteman sepi, 10 Juli 2009
Anakku lahir dari buah kesunyian sang putri didingin air mewangi yang mengalir
Menuntunku dalam tebing curam ngarai di pegunungan
Beriring di ambang subuh dengan langkah huyung penambang belerang
Meniti dingin kabut meyelimut sepi menjadikanya hingar
saraswati tirta arum dialah gurat yang kutorehkan pada rahim perempuanku
gadis manis bergulung senyum menemaniku yang tak tegap langkah.
Kuimpikan hadir pertamakali sastra bayu laksana sebagai jagoanku
Bentangkan payung meredam terik menjaring sejuk senja
Menemani hari bersama perempuanku diSudut Bumi
Langkah tegap menantang pusar angin yang mengencang
Acungkan pena carutkan badai mencipta kata kata
Bernamalah dee saraswati banyu arum, dee laksmi banyu arum
Jika hadirnya bersama, dan sobekan nama perempuanku telah tersanding
Erat dan kuyup membasah kota kecilku
Kunamakan mereka sastra bayu pratama, sastra lindu pratama
Agar mampu berhembus seperti angin
Agar bisa mengguncang bagai gempa
Sebab jejak langkah mereka adalah jejak kami yang tertunda
Yang masih sunyi diSudut Bumi
Yang masih senyap berteman sepi
Melangkahlah anakku, disisimu kami menemani
Berteman sepi, 10 Juli 2009
Langganan:
Postingan (Atom)